Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.(QS. Al Isra ayat 23)

Sabtu, 21 Desember 2013

PERAN IBU DALAM RUMAH TANGGA


Peran dan tugas Wanita dalam keluarga, secara garis besar dibagi menjadi tiga: peran wanita sebagai ibu, istri, dan anggota masyarakat. Wanita (seorang ibu) adalah mengurus di dalam rumah suaminya dan mendidik putra-putrinya. (Hadits)
Agar dapat melakukan peran atau tugasnya dengan baik, maka perlu dihayati benar mengenai sasaran dan tujuan dari peran tersebut. Di samping itu, Wanita juga harus menguasai cara atau teknik memainkan peran atau melaksanakan tugasnya, sesuai dengan situasi yang dihadapi.S ebagai ibu dan pendidik anak, Wanita harus mengetahui porsi yang tepat dalam memberikan kebutuhan-kebutuhan anaknya, yang sesuai dengan tahap perkembangan anak. Sikap maupun perilakunya harus dapat dijadikan contoh bagi anak-anaknya.
Sebagai seorang istri, wanita harus menumbuhkan suasana yang harmonis, tampil bersih, memikat dan mampu mendorong suami untuk hal-hal yang positif. Sebagai anggota masyarakat, wanita diharapkan peran sertanya dalam bermasyarakat.
Keberhasilan melakukan peran di atas, tentunya bukan merupakan hal yang mudah, yang penting adalah kemauan dan usaha untuk selalu belajar.

Sebagai Ibu

Keluarga merupakan lembaga sosial terbesar perannya bagi kesejahteraan sosial dan kelestarian anggota-anggotanya, terutama anak-anak. Keluarga merupakan lingkungan sosial terpenting bagi perkembangan dan pembentukan pribadi anak. Juga merupakan wadah tempat bimbingan dan latihan anak sejak kehidupan mereka yang sangat muda. Dari keluargalah diharapkan seseorang dapat menempuh kehidupannya dengan masak dan dewasa.

Berbicara mengenai pendidikan anak, yang paling besar pengaruhnya adalah ibu. Di tangan ibu, terletak keberhasilan pendidikan anak-anaknya, walau tentunya keikutsertaan bapak tak dapat diabaikan.

Ibu memainkan peran yang penting di dalam mendidik anak-anaknya, terutama pada masa balita. Pendidikan dalam keluarga berarti luas, yaitu pendidikan iman, moral, fisik/jasmani, intelektual, psikologis, sosial, dan seksual.

Peranan ibu dalam mendidik anak dibedakan menjadi tiga tugas penting. Yaitu ibu sebagai pemuas kebutuhan anak, teladan atau “model” peniruan anak, dan pemberi stimulasi bagi perkembangan anak. Fungsi sebagai pemuas kebutuhan anak sangat besar artinya bagi anak. Terutama ketika anak dalam masa ketergantungan total kepada ibunya saat yang berlangsung sampai periode anak sekolah, bahkan menjelang dewasa. Ibu perlu menyediakan waktu bukan saja untuk selalu bersama anak, tapi juga untuk selalu berinteraksi dan berkomunikasi secara terbuka dengan anak.

Kebutuhan seseorang meliputi kebutuhan fisik, psikis, sosial dan spiritual. Kebutuhan fisik merupakan kebutuhan makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan sebagainya. Kebutuhan psikis meliputi kebutuhan terhadap kasih sayang, rasa aman, diterima, dan dihargai.

Sementara kebutuhan sosial akan diperoleh anak dari kelompok di luar lingkungan keluarganya. Dalam pemenuhan kebutuhan ini, ibu hendaknya memberi kesempatan bagi anak untuk bersosialisasi dengan teman sebaya.

Kebutuhan spiritual adalah pendidikan yang menjadikan anak mengerti kewajibannya kepada Allah SWT, Rasul-Nya, orangtua dan sesama saudaranya. Dalam pendidikan spiritual, juga mencakup mendidik anak berakhlak mulia, mengerti agama, bergaul dengan teman-teman dan menyayangi sesama saudara. Tugas ini menjadi tanggungjawab ayah dan ibu.

Karena memberikan pelajaran agama sejak dini merupakan kewajiban orangtua kepada anaknya, dan merupakan hak anak atas orangtuanya. Maka, jika orangtua tidak menjalankan kewajiban ini, berarti mereka menyia-nyiakan hak anak.

Dalam hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim disebutkan, Rasulullah SAW bersabda, “Setiap bayi terlahir dalam keadaan fitrah (bertauhid). Ibu bapaknyalah yang menjadikan Yahudi, Nasrani atau Majusi.”

Seorang ibu harus memberikan atau memuaskan kebutuhan anak secara wajar, tak berlebihan maupun kurang. Pemenuhan kebutuhan anak secara berlebihan atau kurang, akan menimbulkan pribadi anak yang kurang sehat di kemudian hari.

Dalam memenuhi kebutuhan psikis anak, seorang ibu harus mampu menciptakan situasi yang aman bagi putra-putrinya. Ibu diharapkan dapat membantu anak apabila mereka menemui kesulitan-kesulitan. Perasaan aman yang dirasakan anak yang diperoleh dari rumah, akan dibawanya keluar rumah. Artinya, anak tak akan mudah cemas menghadapi masalah-masalah yang ia hadapi.

Seorang ibu harus mampu menciptakan hubungan atau ikatan emosional dengan anaknya. Kasih sayang yang diberikan ibu terhadap anaknya akan menimbulkan berbagai perasaan yang dapat menunjang kehidupannya dengan orang lain. Cinta kasih yang diberikan ibu pada anak, akan mendasari bagaimana sikap anak terhadap orang lain.

Seorang ibu yang tak mampu memberikan cinta kasih pada anaknya, akan menimbulkan perasaan ditolak pada anak. Perasaan ini akan berkembang menjadi perasaan dimusuhi. Dalam perkembangannya, anak akan menganggap bahwa orang lain pun seperti ibu atau orangtuanya. Sehingga tanggapan anak terhadap orang lain juga akan cenderung bersifat memusuhi, menentang, atau agresi.

Seorang ibu yang mau mendengarkan apa yang dikemukakan anaknya, menerima pendapatnya, dan mampu menciptakan komunikasi secara terbuka dengan anak, dapat mengembangkan perasaan anak untuk dihargai, diterima, dan diakui keberadaanya. Untuk selanjutnya anak akan mengenal apa arti hubungan di antara mereka, dan akan mewarnai hubungan anak dengan lingkungannya.

Anak akan tahu bagaimana cara menghargai orang lain, tenggang rasa dan berkomunikasi. Sehingga dalam kehidupan dewasanya ia tak akan mengalami kesulitan dalam bergaul.

Kedua, sebagai teladan atau model bagi anak. Dalam mendidik anak, seorang ibu harus mampu menjadi teladan bagi anak-anaknya. Mengingat bahwa perilaku orangtua, khususnya ibu, akan ditiru yang kemudian akan dijadikan panduan dalam perlaku anak, maka ibu harus mampu menjadi teladan bagi anak-anaknya.

“Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kami istri-istri dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami). Dan jadikanlah kami imam bagi golongan orang-orang yang bertakwa.” (Qs. al-Furqân [25]: 74)

Kalau kita perhatikan naluri orangtua seperti yang Allah firmankan dalam ayat ini, maka kita harus sadar bahwa orangtua senantiasa dituntut untuk menjadi teladan yang baik di hadapan anaknya.

Sejak lahir dari rahim seorang ibu, maka ibulah yang banyak mewarnai dan mempengaruhi perkembangan pribadi, perilaku, dan akhlak anak. Untuk membentuk perilaku anak yang baik, tak cukup hanya melalui pendekatan bil-lisan, tapi juga dengan bil-hâl, yaitu mendidik anak lewat tingkah laku.

Sejak anak lahir, ia akan selalu melihat dan mengamati gerak gerik atau tingkah laku ibunya. Dari tingkah laku ibunya itulah anak akan senantiasa melihat dan meniru yang kemudian diambil, dimiliki, dan diterapkan dalam kehiduapnnya.

Dalam perkembangan anak, proses identifikasi sudah mulai timbul saat berusia 3–5 tahun. Pada saat ini anak cenderung menjadikan ibu, yang merupakan orang yang dapat memenuhi segala kebutuhannya atau orang terdekat dengan dirinya, sebagai “model” atau teladan bagi sikap maupun perilakunya. Anak akan mengambil, kemudian memiliki nilai-nilai, sikap maupun perilaku ibu.

Dari sini jelas bahwa perkembangan kepribadian anak bermula dari keluarga. Anak akan mengambil nilai-nilai yang ditanamkan orangtua, baik secara sadar maupun tidak.

Ketiga, sebagai pemberi stimuli bagi perkembangan anak. Perlu diketahui, bahwa pada waktu kelahirannya, pertumbuhan berbagai organ anak belum sepenuhnya lengkap. Perkembangan organ-organ ini sangat ditentukan oleh rangsang yang diterima anak dari ibunya.

Rangsangan yang diberikan oleh ibu, akan memperkaya pengalaman dan mempunyai pengaruh besar bagi perkembangan kognitif anak. Bila pada bulan-bulan pertama anak kurang mendapatkan stimulasi visual, maka perhatian terhadap lingkungan sekitar kelak akan kurang.

Stimulasi verbal dari ibu akan sangat memperkaya kemampuan bahasa anak. Kesediaan ibu untuk berbicara dengan anaknya akan mengembangkan proses bicara anak. Jadi, perkembangan mental anak akan sangat ditentukan oleh seberapa rangsang yang diberikan ibu terhadap anaknya.

Rangsangan dapat berupa cerita-cerita, macam-macam alat permainan yang edukatif, maupun kesempatan untuk rekreasi yang dapat memperkaya pengalamannya.

Pendamping Suami

Berbicara masalah peran ibu sebagai istri pendamping suami, tentunya tak lepas dari peran ibu sebagai ibu rumahtangga. Tapi ADA baiknya dilihat beberapa peran yang pokok seorang wanita sebagai pendamping suami.

Pertama, sebagai teman/partner hidup. Pengertian teman di sini mempunyai arti adanya kedudukan yang sama. Istri dapat menjadi teman yang dapat diajak berdiskusi tentang masalah yang dihadapi suami. Sehingga apabila suami mempunyai masalah yang cukup berat, istri akan mampu memberi sumbangan pemecahannya. Beban yang dirasakan suami un akan berkurang.

Sebagai teman juga mengandung pengertian menjadi pendengar yang baik. Selama di kantor suami kadang mengalami ketidak-puasan atau perlakuan yang kurang mengenakkan, kejengkelan-kejengkelan ini akan dibawanya pulang. Di sini istri dapat mengurangi beban suami dengan cara mendengarkan apa yang dirasakan suami. Sikap seperti ini tentu dapat memberi ketenangan kepada suami.

Kedua, sebagai penasihat yang bijaksana. Sebagai manusia biasa, suami tak akan luput dari kesalahan yang terkadang tidak disadarinya. Nah, di sini istri sebaiknya memberi bimbingan agar suami dapat berjalan di jalan yang benar. Selain itu suami kadang menghadapi masalah yang pelik, nasihat istri pun sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah tersebut.

Ketiga, sebagai pendorong suami. Sebagai manusia, suami juga masih selalu membutuhkan kemajuan di bidang pekerjaan. Di sini peran istri dapat memberi dorongan atau motivasi pada suami.

Suami diberi semangat agar dapat mencapai jenjang karir yang diingin, tentunya harus diingat keterbatasan-keterbatasannya. Artinya istri tak boleh terlalu ambisi terhadap karir atau kedudukan suami. Kalau suami tak mampu jangan dipaksakan, karena akan menimbulkan hal-hal negatif pada diri suam